BEKAL MENCARI KERJA ADALAH CALISTUNGTIK

Bekal mencari kerja di abad 21 adalah baca, tulis, hitung dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Demikian ungkap Direktur Pembinaan SMA, Harris Iskandar dalam satu tulisan di websites Kemendikbud pusat. Sayangnya, dalam kurikulum 2013, TIK dihapuskan dan digantikan dengan mata pelajaran Prakarya yang menimbulkan protes para guru TIK/KKPI nasional.

CITRA PENDIDIKAN DI INDONESIA(1)

Bagi banyak orang di dalam dan luar dunia pendidikan, Indonesia menampilkan citra tidak begitu jelas, galau, dan bahkan kacau. Pada tingkat internasional, jika orang yang cukup well-informed ditanya tentang pendidikan Indonesia, hampir bisa dipastikan ia nyaris tidak punya jawaban instan.

JADI GURU DI ALMAMATER -Bagian II

Tidak akan pernah ada yang mudah dalam kehidupan ini jika senantiasa dibuat sulit. Atau sebaliknya, tidak ada sesuatu yang sulit jika dilakukan dengan penuh kesederhanaan. Mengabdi pada kehidupan adalah kewajiban semua manusia beradab.

JADI GURU DI ALMAMATER - Bagian I

Kepada para siswa kelas XII, Bu Yos mengenalkan saya sebagai guru baru yang mengampu mata pelajaran ekonomi. Ucapan pertama, saya katakan sebagai alumni tahun 1980/1981.

MENGENALI MASALAH YANG SEDANG TERJADI DI SMA MASEHI KEBUMEN - Bagian Pertama

Masalah dalam dunia pendidikan di lingkungan SMA Masehi Kebumen adalah faktor penyelenggaraan proses belajar mengajar yang sesuai dengan visi, misi dan aturan internal lembaga dikaitkan dengan visi dan misi pembangunan bidang pendidikan nasional.

Senin, 03 Maret 2014

Bekal Mencari Kerja, Bukan Lagi Calistung



Oleh: Harris Iskandar, Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud

Pengumuman BPS menyatakan, pengangguran terbuka tahun ini 6,25% atau 7,39 juta orang, sedikit meningkat dari angka 6,14% atau 7,24 juta orang pada periode sama tahun lalu. Selain terjadi penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan industri, pengangguran terbuka disinyalir karena mismatch antara kebutuhan dan kompetensi pencari kerja.

Pekerja Indonesia dengan latar belakang pendidikan tingggi hanya 10,5 juta orang atau 9,47 %, lebih dari setengah pekerja hanya berpendidikan SD atau tidak tamat SD. Mismatch juga lebih sering terjadi karena kualitas keterampilan para pencari kerja untuk kualifikasi jenjang pendidikan tertentu sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan industri. Ada tuntutan tambahan kompetensi yang belum banyak disadari oleh sebagian besar pencari kerja Indonesia.

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), think-thank negara-negara kaya yang bermarkas di Paris, pada Oktober kemarin merilis hasil survey terbaru -- the Programme for the
International Assessment of Adult Competencies (PIAAC). Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC ini diikuti oleh 24 negara dan patner OECD, mengukur keterampilan orang dewasa, 16-65 tahun, sebagian besar pekerja, dalam literasi, numerasi, dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi.

Hasilnya mengkonfirmasi survey sebelumnya, tapi banyak juga yang mengejutkan, dan membuat sebagian kepala pemerintahan kebakaran jenggot. Jepang dan Finlandia berada pada urutan teratas, sementara Spanyol dan Itali jadi juru kunci pada semua kompetensi yang diukur.

Amerika Serikat ternyata berada di bawah rata-rata internasional untuk semua kompetensi, kecuali literasi. Jerman yang unggul dalam pendidikan dan pelatihan vokasinya berada sedikit lebih baik dari Amerika Serikat, tapi masih berada di bawah negara-negara Nordik yang egaliter dan masyarakatnya menghormati kinerja tinggi (OECD, 2013).

Kompetensi orang dewasa sangat bervariasi diantara individu dengan latar belakang umur dan tingkat pendidikan di dalam negara dan antar negara. Keterampilan orang dewasa muda (25 tahun) di Korea Selatan jauh lebih baik dari pada keterampilan para seniornya (65 tahun), ini menunjukkan adanya perubahan yang sistematik dan rigor dalam sistem pendidikan Korea Selatan selama ini.

Meski Spanyol, Italia, dan Amerika Serikat mempunyai banyak lulusan perguruan tinggi, tapi ternyata kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah mereka masih di bawah rata-rata internasional. Fakta ini agak mengkhawatirkan ketika saat ini semua negara mendorong seluruh warga usia sekolah untuk masuk universitas sebagai tiket untuk mendapat pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Survey menunjukkan kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah lulusan perguruan tinggi Spanyol dan Italia tidak lebih baik dari lulusan pendidikan menengah Jepang dan Belanda. Pelajaran yang sangat jelas: kunci sukses untuk mempersiapkan warga negara di abad 21 ini adalah dengan memperbaiki mutu pendidikan menengah (The Economist, 2013).                                                    

Calistungtik

Survey Keterampilan Orang Dewasa PIAAC dimaksudkan untuk memberi gambaran sejauh mana keterampilan orang dewasa telah dikembangkan, diaktivasi dan digunakan di negara-negara dan patner OECD.

Mengarungi kehidupan pada abad 21, untuk menjadi warga negara yang fungsional atau mendapat pekerjaan tetap tidak cukup hanya berbekal keterampilan baca, tulis, hitung (calistung), tapi juga kompetensi pemecahan masalah di lingkungan yang syarat dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Bekal keterampilan mencari kerja saat ini dan ke depan bukan lagi calistung, tetapi “calistungtik.” Tidak berlebihan jika mengatakan bahwa kita telah mengalami sebuah “revolusi senyap” dengan hadirnya TIK yang telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Tanpa terasa, makin hari kehidupan kita menjadi makin tergantung pada TIK, beserta gadgetnya, yang tidak pernah terbayangkan pada tahun 1980-an.

Kemampuan memecahkan masalah keseharian dengan memanfaatkan TIK yang berlimpah telah diakui secara formal menjadi kompetensi dasar bagi seluruh warga negara untuk menyesuaikan dengan tuntutan globalisasi. Kompetensi turunannya termasuk diantaranya kemampuan kerjasama, komunikasi, dan mengelola waktu.

Survey ini mengukur apa yang kita tahu dan apa yang kita lakukan dengan pengetahuan itu yang dapat memberi impak terhadap kehidupan. Orang dewasa yang mempunyai kompetensi “calistungtik” akan mampu beradaptasi dan berpartisipasi aktif serta mengambil manfaat sebesar-besarnya dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan. Median upah per jam pekerja di negara OECD yang mampu menganalisis dan mengevaluasi kompleksitas informasi teks yang berbasis cetak atau display monitor, 60% lebih tinggi dari pada upah pekerja yang hanya mampu membaca dan melokalisir sebuah informasi dari media cetak.

Sebaliknya, orang dewasa dengan kompetensi rendah akan menghadapi tantangan ekonomi yang besar, cenderung tidak akan mendapat pekerjaan dan menjadi penganggur serta kesehatannya memburuk. Negara dengan populasi orang dewasa berkompetensi rendah akan kesulitan memperkenalkan kebijakan baru, mendesiminasi teknologi baru, mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan demokrasi, mengkampanyekan gaya hidup yang sehat atau sekadar mengajak bergotongroyong mengembangkan komunitas di sekitarnya. Bahkan di beberapa negara, mereka cenderung tidak mampu mempercayai satu sama lain.

Tantangan Indonesia

Setelah sukses melakukan survey di 24 negara dan patner OECD pada tahun lalu, survey yang sama rencananya pada tahun 2015 akan digelar di sembilan negara lainnya: Chili, Yunani, Israel, Lithuania, Selandia Baru, Singapura, Slovenia, Turki, dan Indonesia (Buckley, 2013). Alasan masuknya Indonesia ikut berpartisipasi dalam survey keterampilan orang dewasa dan akan diperbandingkan dengan negara-negara OECD ini, masih belum jelas.

Mungkin karena posisi Indonesia pada konstelasi geoekonomi-politik dunia saat ini makin penting, Indonesia merupakan 4 negara dengan populasi terbesar di dunia, dan merupakan 16 ekonomi besar dunia, yang diprediksi akan segera melompat ke 7 ekonomi besar dunia pada tahun 2030 (McKinsey Global Institute, 2012). Mungkin juga karena lompatan daya saing Indonesia pada tahun ini, dari posisi 50 ke 38 dari 148 negara, naik 12 poin dalam Indeks Kompetisi Global (Global Competitiveness Index 2013-2014) yang dirilis World Economic Forum pada Oktober 2013 lalu. Atau mungkin juga karena tingginya penetrasi akun facebook dan twitter di Indonesia. Terlepas dari alasannya, survey keterampilan orang dewasa pada tahun 2015 merupakan tantangan tersendiri bagi Indonesia. Ada korelasi positif antara hasil PIAAC dengan hasil PISA (the Programme for International Student Assessment) sebelumnya, tes yang diberikan kepada siswa umur 15 tahun. Pada tes PISA tahun 2009, dengan peserta 65 negara, Finlandia dan Korea Selatan di urutan pertama sedangkan Indonesia di papan bawah berada pada peringkat ke-60 untuk sains,  57 untuk membaca, dan 61 untuk matematika.

Hasil survey PISA terbaru akan segera dirilis pada 3 Desember 2013 mendatang. Kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan memecahkan masalah siswa Indonesia terbukti masih rendah. Saat ini Pemerintah sedang berupaya mengkoreksi kelemahan itu. Kompetensi literasi, numerasi dan pemecahan masalah di lingkungan syarat teknologi atau calistungtik bagi orang dewasa Indonesia akan terukur melalui Survey PIAAC itu. Tantangan terbesar Indonesia terutama beban masa lalu ketika sektor pendidikan bukan merupakan prioritas pembangunan seperti sekarang. Orang dewasa Indonesia umumnya berpendidikan rendah. Dari 118,19 juta angkatan kerja saat ini, lebih dari 65% hanya berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) ke bawah. Dengan berbagai upaya meningkatkan layanan akses pendidikan, proyeksi pada tahun 2015 ditargetkan komposisi tingkat pendidikan pekerja Indonesia berubah menjadi 40% tamat SD, 24% SMP, 16% SMK, 10% SMA, 4% diploma dan 6% universitas (Kemdikbud, 2012).

Mutu pendidikan yang didapatkan juga masih jauh dari harapan. Mutu pendidikan tentu tidak bisa melebihi mutu gurunya. Mutu guru Indonesia masih rendah. Rata-rata nasional hasil uji kompetensi guru pada tahun 2012 dengan rentang 0-100, hanya 44,41 untuk guru TK, 39,91 untuk guru SD, 48,61 untuk guru SMP, 43,06 untuk guru SMA, dan 36,40 untuk guru SMK (Kemdikbud, 2012).
Meski progresnya membaik, namun kondisi ini belum cukup untuk mengungkit kompetensi literasi, numerasi, dan pemecahan masalah seluruh populasi orang dewasa Indonesia.

Respon Kebijakan

Pemerintahan baru pada 2015 nanti akan segera disodorkan dengan masalah ini. Presiden baru nanti dituntut untuk memberi respon kebijakan yang tepat, baik dalam bidang pendidikan dan pelatihan, ketenagakerjaan, perpajakan, perindustrian dan lainnya. Kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan respon yang tepat untuk mengatasi rendahnya kompetensi orang dewasa. Kemdikbud menargetkan angka partisipasi kasar pendidikan menengah (SMA/SMK/MA) yang saat ini baru 78% mencapai 97% pada 2020. Namun sejak peluncuran PMU pada 25 Juni 2013 lalu oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tidak semua pemerintah daerah lantas mengikuti kebijakan nasional itu dengan menerbitkan peraturan daerah yang mewajibkan seluruh warganya berusia 15-18 tahun untuk melanjutkan sekolahnya ke pendidikan menengah atas atau kejuruan.

Kebijakan Kurikulum 2013 juga merupakan respon yang sangat tepat dan diintensifkan pelaksanaanya. Kurikulum 2013 yang baru akan diimplementasikan secara penuh di SD, SMP, SMA, dan SMK pada tahun 2015, diharapkan dapat mendongkrak standar akademik dari yang sebelumnya didominasi oleh kompetensi menghafal dan menganalisa (lower order thinking) ke kompetensi mensintesa, mengasosiasi dan memecahkan masalah (higher order thinking).

Mata pelajaran TIK dihapus karena teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi kompetensi dasar yang menjadi bagian dari seluruh mata pelajaran di sekolah. Kurikulum 2013 menekankan pentingnya kompetensi peserta didik dalam berfikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, berkreasi, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi, menjadi warganegara yang bertanggungjawab dan berkarakter (soft skills). Sangat sejalan dengan instrumen yang digunakan dalam Survey PISA dan PIAAC.

Untuk mengupgrade kompetensi para pekerja, dunia usaha dan dunia industri Indonesia selayaknya memberi berbagai pelatihan yang relevan kepada para pegawai dan para siswa dan mahasiswa yang magang. Seperti yang dicontohkan oleh Siemens di Berlin yang memberi pelatihan teknologi, robotik, engineering dan mendril keterampilan literasi dan numerasi kepada setidaknya 1.350 anak-anak muda, sebagian besar siswa magang, setiap saat di Pusat Pelatihan Siemens.

Dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sebaiknya digunakan untuk mengupgrade kompetensi bagi semua orang dewasa Indonesia, bukan disisipkan atau dioploskan dengan kepentingan pemasaran perusahaan. Kebijakan ketenagakerjaan dan perpajakan juga harus mampu memberi iklim yang kondusif untuk terjadinya upgrading kompetensi ini. Semoga
Sumber : http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-bekal-mencari-kerja

Jumat, 21 Februari 2014

Citra Pendidikan Indonesia (1)

Bagaimana citra pendidikan Indonesia dewasa ini? Singkatnya bagi banyak orang di dalam dan luar dunia pendidikan Indonesia menampilkan citra tidak begitu jelas, galau, dan bahkan kacau. Pada tingkat internasional, jika orang yang cukup well-informed ditanya tentang pendidikan Indonesia, hampir bisa dipastikan ia nyaris tidak punya jawaban instan. Sebaliknya jika diajukan pertanyaan tentang pendidikan di negara Asia lain, ia bisa menyatakan sesuatu tentang pendidikan di Jepang, Korea Selatan, China atau Singapura.



Kesan seperti ini diungkapkan pengantar Daniel Suryadarma dan Gavin W. Jones (editor) dalam buku Education in Indonesia (2013). Meski merupakan kumpulan artikel yang semula disampaikan pada ‘Indonesia Update Conference’ yang diselenggarakan Australian National University (ANU) Canberra setiap tahun, buku ini memberikan gambaran cukup komprehensif tentang kondisi dan perkembangan pendidikan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Tidak banyak tersedia karya mutakhir tentang pendidikan Indonesia yang dapat dinikmati pembaca internasional.



Education in Indonesia mencakup pembahasan tentang berbagai aspek pendidikan di negeri ini. Diskusi bermula dari kecenderungan umum pendidikan Indonesia; pendidikan anak usia dini (PAUD); pendidikan dasar dan menengah; ‘integrasi’ madrasah ke dalam sistem pendidikan umum; pendidikan tinggi dengan pertumbuhan universitas dan gagasan world-class university, peningkatan pendanaan yang belum mampu meningkatkan kualitas; penyiapan atau peningkatan kualitas guru dan tenaga kependidikan lain; sampai kepada kesenjangan pendidikan dengan ketrampilan yang diperlukan dalam lapangan kerja.



Secara umum, citra dan realitas pendidikan Indonesia belum menampilkan gambaran menyenangkan. Sebaliknya, karena banyaknya masalah yang dihadapi—dengan gambaran ‘lingkaran setan’, berbagai aspek pendidikan Indonesia mengandung banyak tantangan yang sangat mendesak untuk segera dibenahi.

Ilustrasi 1.
 
Ilustrasi 2.






Lihatlah pada tingkat pendidikan dasar. Seperti diungkapkan Suryadarma dan Jones, berkat ‘rejeki nomplok’ (windfall) dari minyak pada 1970an, terjadi peningkatan dramatis jumlah anak yang masuk pendidikan dasar, sehingga diharapkan Indonesia sudah mencapai ‘pendidikan dasar universal’ pada 1983. Tetapi masalahnya, bukan sekadar pernah sekolah, tetapi seberapa banyak murid yang berhasil menyelesaikan SD. Ternyata sampai awal 1990an hanya 66 persen anak yang bisa tamat SD dan 81 persen pada tahun ajaran 2007-8. Bisa dipastikan, prosentase ini tidak banyak meningkat setelah itu.



Agaknya pembaca setuju belaka dengan pernyataan kedua penyunting, adalah tragedi dalam dasawarsa kedua abad 21, masih sangat banyak anak Indonesia yang tak berhasil menamatkan pendidikan dasar. Walhasil ketika terpaksa bekerja untuk menyambung hidup, mereka mengalami ‘butahuruf fungsional’ (functional illiteracy) yang membuat kian terpuruknya tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia.



Jelas selain tingkat putus sekolah yang masih tinggi, publik Indonesia sudah tahu sejak lama, mutu pendidikan dasar Indonesia masih sangat rendah. Hal ini disebabkan bukan hanya karena banyak guru berkualitas seadanya—meski ada sertifikasi dengan tunjangan khusus—tetapi juga karena fasilitas yang jauh daripada memadai. Bahkan fasilitas paling dasar seperti gedung atau ruang kelas banyak yang menunggu ambruk—mengancam keselamatan anak mungil.



Tak kurang dramatisnya, seperti dilaporkan Suharti dalam buku yang sama, jumlah sekolah tingkat pendidikan dasar justru merosot tajam sepanjang 1996 sampai 2005—dari sekitar 181 ribu menjadi 165 ribu. Memang penurunan jumlah sekolah disebabkan bergabungnya beberapa sekolah berdekatan. Selain itu, juga karena keberhasilan KB mengurangi jumlah usia anak sekolah. Tetapi dengan pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali sejak masa pasca-Soeharto karena marjinalisasi BKKBN jelas terjadi lonjakan jumlah anak usia sekolah.

Jumat, 20 Desember 2013

Kebijakan Akreditasi Sekolah


Disalin sesuai aslinya dari tulisan Bapak Akhmad Sudrajat
1. Apa Akreditasi Sekolah itu?
Akreditasi sekolah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang. untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan., berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sebagai bentuk akuntabilitas publik  yang dilakukan dilakukan secara obyektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
2. Apa yang menjadi rasional kebijakan Akreditasi Sekolah?
Yang menjadi rasional atau alasan kebijakan akreditasi  sekolah di  Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan
3. Apa lingkup Akreditasi Sekolah?
Lingkup Akreditasi sekolah mencakup:
  1. Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Atfal (RA).
  2. Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI).
  3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs).
  4. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).
  5. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
  6. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang terdiri dari Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), dan Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB).
4. Apa tujuan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah bertujuan :
  1. Memberikan informasi tentang kelayakan Sekolah/Madrasah atau program yang dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
  2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
  3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait.
5. Apa Manfaat  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah memiliki manfaat:
  1. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya peningkatan mutu Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.
  2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
  3. Dapat dijadikan  umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan program Sekolah/Madrasah.
  4. Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk bantuan lainnya.
  5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk meningkatkan dukungan dari pemerintah, masy, maupun sektor swasta dalam hal profesionalisme, moral, tenaga, dan dana.
  6. Membantu Sekolah/Madrasah dalam menentukan dan mempermudah kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru, dan kerjasama yang saling menguntungkan.
6. Prinsip-Prinsip Apa yang Perlu Dipegang dalam Kegiatan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip:
  1. Objektif; akreditasi Sekolah/Madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh suatu Sekolah/Madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar untuk memperoleh informasi tentang kebera-daannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.
  2. Komprehensif; dalam pelaksanaan akreditasi Sekolah/Madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponen pendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan Sekolah/Madrasah tersebut.
  3. Adil; dalam melaksanakan akreditasi, semua Sekolah/Madrasah harus diperlakukan sama dengan tidak membedakan S/M atas dasar kultur, keyakinan, sosial budaya, dan tidak memandang status Sekolah/Madrasah baik negeri ataupun swasta. Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai dengan kriteria dan mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.
  4. Transparan; data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi S/M seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya.
  5. Akuntabel; pelaksanaan akreditasi S/M harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusannya sesuai aturan dan prosedur yang telah ditetapkan
7. Apa persyaratan mengikuti Akreditasi Sekolah?
Sekolah/Madrasah dapat mengikuti kegiatan akreditasi, apabila memenuhi persyaratan berikut:
  1. Memiliki Surat Keputusan Pendirian/ Operasional Sekolah/Madrasah.
  2. Memiliki peserta didik pada semua tingkatan kelas.
  3. Memiliki sarana dan prasarana pendidikan.
  4. Memiliki pendidik dan tenaga kependidikan.
  5. Melaksanakan kurikulum yang berlaku, dan
  6. Telah menamatkan peserta didik.
8. Apa komponen yang dinilai dalam kegiatan  Akreditasi Sekolah?
Akreditasi sekolah mencakup delapan komponen dalam Standar Nasional Pendidikan
  1. Standar Isi, [Permendiknas No. 22/2006]
  2. Standar Proses, [Permendiknas No. 41/2007]
  3. Standar Kompetensi Lulusan, [Permendiknas No. 23/2006]
  4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, [Permendiknas No. 13/2007 tentang Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16/2007 tentang Guru, Permendiknas No. 24/2008 tentang Tenaga Administrasi]
  5. Standar Sarana dan Prasarana [Permendiknas 24/2007]
  6. Standar Pengelolaan, [Permendiknas 19/2007]
  7. Standar Pembiayaan, [Peraturan Pemerintah. 48/2008]
  8. Standar Penilaian Pendidikan. [Permendiknas 20/2007]
9. Siapa yang melaksanakan Akreditasi Sekolah?
Untuk melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M).
10. Bagaimana Tingkat dan Kewenangan Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M) ?
Tingkat dan kewenangan  Badan Akreditasi Sekolah/Madrasah adalah  sebagai berikut:
  1. Badan Akreditasi Nasional-Sekolah/Madrasah (BAN-S/M);merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan, dan melaksanakan akreditasi S/M.
  2. Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M); melaksanakan akreditasi untuk TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, dan SLB.
  3. Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA)-Kabupaten/Kota; membantu BAP-S/M melaksanakan akreditasi.
11. Apa fungsi Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M)?
Badan Akreditasi Nasional-Sekolah /Madrasah (BAN S/M)  berfungsi:
  1. Merumuskan kebijakan dan menetapkan akreditasi Sekolah /Madrasah
  2. Merumuskan kriteria dan perangkat akreditasi S/M untuk diusulkan kepada Menteri.
  3. Melaksanakan sosialisasi kebijakan, kriteria, dan perangkat akreditasi Sekolah /Madrasah.
  4. Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan akreditasi Sekolah /Madrasah.
  5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut hasil akreditasi.
  6. Mengumumkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah secara nasional.
  7. Melaporkan hasil akreditasi Sekolah /Madrasah kepada Menteri, dan
  8. Melaksanakan ketatausahaan BAN-S/M.
12. Apa Tugas Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)?
Badan Akreditasi Propinsi-Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) bertugas:
  1. Melakukan sosialisasi kebijakan dan pencitraan BAN-S/M dan BAP-S/M kepada Pemprov, Kanwil Depag, Kandepag, Sekolah/Madrasah, dan masyarakat pendidikan pada umumnya.
  2. Merencanakan program akreditasi Sekolah/Madrasah yang menjadi sasaran akreditasi.
  3. Mengadakan pelatihan asesor sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh BAN-S/M.
  4. Menetapkan hasil peringkat akreditasi melalui Rapat Pleno Anggota BAP-S/M.
  5. Menyampaikan laporan pelaksanaan program dan pelaksanaan akreditasi serta rekomendasi tindak lanjut kepada BAN-S/M dengan tembusan kepada Gubernur.
  6. Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, dan LPMP.
  7. Menyampaikan laporan hasil akreditasi dan rekomendasi tindak lanjut kepada Pemerintah Kab/Kota yang bersangkutan dan satuan pendidikan dalam rangka penjaminan mutu sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
  8. Mengumumkan hasil akreditasi kepada masyarakat, baik melalui pengumuman maupun media massa.
  9. Mengelola sistem basis data akreditasi.
  10. Melakukan monitoring dan evaluasi secara terjadwal  terhadap kegiatan akreditasi.
  11. Melaksanakan kesekretariatan BAP-S/M.
  12. Membuat tugas pokok dan fungsi sesuai dengan kerangka tugas pokok BAP-S/M, dan
  13. Melaksanakan tugas lain sesuai kebijakan BAN-S/M
13. Apa Tugas Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA) Kabupaten/Kota?
Tugas Unit Pelaksana Akreditasi  (UPA) Kabupaten/Kota adalah:
  1. Sebagai penghubung antara BAP-S/M dengan Dinas Pendidikan dan Kandepag.
  2. Mengusulkan jumlah Sekolah /Madrasah yang akan diakreditasi kepada BAP-S/M.
  3. Mengusulkan jumlah asesor yang dibutuhkan untuk kab/kota yang bersangkutan.
  4. Menyusun data Sekolah /Madrasah yang telah dan akan diakreditasi di tingkat kab/kota
  5. Mengkoordinasikan sasaran penugasan asesor.
  6. Mengkoordinasikan jadwal pemberangkatan asesor.
  7. Menyiapkan perangkat akreditasi dan adm. bagi asesor.
  8. Melaporkan pelaksanaan kegiatan.
  9. Membantu administrasi keuangan BAP-S/M, dan
  10. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh BAP-S/M.
14. Bagaimana mekanisme  Akreditasi Sekolah?
Mekanisme Akreditasi Sekolah meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Penyusunan Rencana Jumlah dan Alokasi Sekolah/Madrasah
BAP-S/M menyusun perencanaan jumlah dan alokasi Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi dengan koordinasi Disdik Provinsi dan Kanwil Depag untuk tiap provinsi pada setiap tahunnya dan jabaran alokasi untuk setiap kabupaten/kota
b. Pengumuman Secara Terbuka  kepada Sekolah/Madrasah
BAP-S/M mengumumkan secara terbuka kepada Sekolah/Madrasah pada provinsinya masing-masing untuk menyampaikan usul akreditasi melalui Disdik Kabupaten/Kota, Kandepag, UPA, dan media lainnya.
c. Pengusulan Daftar Sekolah/Madrasah
Disdik Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kanwil Depag, dan Kandepag mengusulkan daftar nama dan alamat Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi mengacu pada alokasi yang telah ditetapkan pada butir a.
d. Pengiriman Perangkat Akreditasi ke Sekolah/Madrasah
BAP-S/M mengirimkan Perangkat Akreditasi ke Sekolah/Madrasah yang akan diakreditasi.
e. Pengisian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung
Sebelum mengajukan permohonan akreditasi, Sekolah/Madrasah harus melakukan evaluasi diri terlebih dahulu. Evaluasi diri ini dilakukan melalui pengisian Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung yang telah dikirimkan oleh BAP-S/M.
f. Pengiriman Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung
Sekolah/Madrasah mengirimkan Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung dan mengajukan permohonan untuk diakreditasi kepada BAP-S/M melalui UPA-S/M Kab/Kota, atau langsung ke BAP-S/M bagi Kab/Kota yang tidak memiliki UPA-S/M, dengan tembusan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota dan Kandepag. Pengajuan akreditasi oleh Sekolah/Madrasah harus dilengkapi dengan surat pernyataan Kepala Sekolah/Madrasah tentang Keabsahan Data dalam Instrumen Akreditasi dan Instrumen Pendukung.
g. Penentuan Kelayakan Visitasi
BAP-S/M menentukan kelayakan visitasi berdasarkan hasil evaluasi diri. Apabila pemeriksaan hasil evaluasi diri dinyatakan layak untuk divisitasi, maka BAP-S/Mmenugaskan asesor untuk melaksanakan visitasi ke Sekolah/Madrasah. Namun apabila hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan tidak layak, maka BAP-S/M membuat surat kepada Sekolah/Madrasah yang berisi tentang penjelasan agar Sekolah/Madrasah yang bersangkutan melakukan perbaikan.
h. Penugasan Tim Asesor
BAP-S/M menetapkan dan menugaskan tim asesor untuk melaksanakan visitasi ke Sekolah/Madrasah.
i. Pelaksanaan Visitasi
Asesor melaksanakan visitasi dengan jalan melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi data evaluasi diri Sekolah/Madrasah sesuai dengan kondisi yang ada. Setelah itu tim asesor melaporkan hasil visitasi tersebut kepada BAP-S/M.
j. Verifikasi Hasil Visitasi Asesor
BAP-S/M melakukan verifikasi terhadap hasil visitasi asesor terutama  untuk butir-butir esensial.
k. Penetapan Hasil Akreditasi Sekolah/Madrasah
BAP-S/M menetapkan hasil akreditasi Sekolah/Madrasah melalui rapat pleno. Rapat pleno penetapan hasil akhir akreditasi harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya lebih dari 50% jumlah anggota BAP-S/M. Keputusan penetapan hasil akreditasi ditetapkan melalui musyawarah untuk mufakat. Hasil rapat pleno BAP-S/M tentang penetapan hasil akreditasi dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan BAP-S/M
l. Penerbitan Sertifikat
Berdasarkan hasil akreditasi yang ditetapkan melalui rapat pleno, BAP-S/M sesuai  dengan kewenangannya akan menerbitkan sertifikat akreditasi S/M sesuai dengan format dan blanko yang dikeluarkan oleh BAN-S/M.
m. Pelaporan Hasil Akreditasi
Hasil akreditasi Sekolah/Madrasah tersebut akan dilaporkan ke berbagai pihak sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, sebagai berikut.
  • BAN-S/M melaporkan kegiatan akreditasi Sekolah/Madrasah kepada Mendiknas.
  • BAP-S/M melaporkan kegiatan akreditasi Sekolah/Madrasah kepada Gubernur dengan tembusan kepada BAN-S/M, Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Kandepag, dan LPMP.
  • Laporan hasil akreditasi Sekolah/Madrasah juga dapat diakses oleh berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan dengan peningkatan mutu pendidikan.  Seluruh hasil akreditasi secara nasional  diumumkan melalui website BAN-S/M dengan alamat situs dihttp://www.ban-sm.or.id
Depdiknas, Depag, Dinas Pendidikan Provinsi, Kanwil Depag, Dinas Pendidikan Kab/Kota, Kandepag, dan penyelenggara melakukan pembinaan terhadap Sekolah/Madrasah berdasarkan hasil akreditasi sesuai dengan kewenangannya.

==================
Sumber:
Bahan Pelatihan Asesor  Akreditasi SMP-MTs Tahun 2009
Diberdayakan oleh Blogger.